Minggu, 25 September 2016

Pengertian, Sejarah Dan Arti Penting Geomorfologi

TUGAS GEOMORFOLOGI DASAR
DI
S
U
S
U
N
OLEH

ZIBRAN TANAIYO
451 413 022
KELAS A


PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2016




I. Pengertian, Sejarah, dan Arti Penting Geomorfologi
aa. Pengertian Geomorfologi
            Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi biasanya diterjemahkan sebagai ilmu bentang alam. Mula-mula orang memakai kata fisiografi untuk ilmu yang mempelajari tetang ilmu bumi ini, hal ini dibuktikan pada orang-orang di Eropa menyebut fisiografi sebagai ilmu yang mempelajari rangkuman tentang iklim, meteorologi, oceanografi, dan geografi. Akan tetapi orang, terutama di Amerika, tidak begitu sependapat untuk memakai kata ini dalam bidang ilmu yang hanya mempelajari ilmu bumi saja dan lebih erat hubungannya dengan geologi. Mereka lebih cenderung untuk memakai kata geomorfologi.
bb.  Sejarah Geomorfologi
            Geomorfologi sejak awal abad 19 telah dikenal di negara-negara berkembang dan sebagai disiplin akademik kira-kira muncul sebelum abad ke 17. Perkembangan yang pesat dari geomorfologi terjadi pada awal abad ke 20 di negara-negara berkembang, sedangkan di Indonesia geomorfologi baru dikenal pada awal abad ke 20. Awal perkembangannya geomorfologi lebih bersifat akademik, sebagai ilmu pendukung geografi dan geologi, tetapi dalam dasawarsa terakhir ini geomorfologi mulai dirasakan arti pentingnya dalam pembangunan maupun dalam pengelolaan lingkungan hidup. Geomorfologi yang kita pelajari seperti saat sekarang ini telah melalui pengalaman panjang dalam membangun konsep dasar dan metodologinya. Ada 5 fase perkembangan geomorfologi yang dapat ditelusuri, yang masing-masing uraiannya adalah sebagai berikut:
1). Fase pertama (sebelum abad ke 17)
            Fase ini merupakan fase peletak dasar pemikiran geologi dan geomorfologi yang telah dimulai lima abad sebelum Masehi (Thornbury, 1954). Pandangan kuno yang terkait dengan geologi dan geomorfologi seperti dikemukakan oleh Herodutus (485-425 SM), Aristotle (384-322 SM), Strabo (54 SM – 25 M) dan Senecca (- SM – 65 M).Herodutus, mengamati penimbunan geluh (loam) dan lempung (clay) oleh S. Nil, sehingga memberikan julukan “Mesir adalah pemberian S. Nil”. Pandangan Herodutus yang lain adalah perbukitan di Mesir yang mengandung kerang, pada masa lampau pernah di bawah permukaan laut.
            Aristotle, berpandangan bahwa air yang keluar dari mata air itu berasal dari air hujan yang mengalami perkolasi ke bawah permukan tanah; air yang ada di dalam bumi berasal dari kondensasi di udara yang masuk ke permukaan bumi, dan air yang berada di dalam bumi menguap dengan berbagai jalan. Strabo, mengamati dan mencatat adanya penenggelaman lokal dan munculnya daratan. Strabo berpendapat bahwa “Vale of Tompe” merupakan basil gempa bumi, selain itu juga mengatakan bahwa G. Vesuvius adalah gunungapi, meskipun semasa hidupnya gunungapi tersebut belum pernah meletus. Pandangan Strabo yang lain adalah bahwa delta dari sungai bervariasi menurut daerah aliran sungainya; delta yang besar terbentuk bila daerah yang dialiri luas dan batuannya lemah, dan pembentukan delta terpengaruh oleh pasang surut dan aliran sungai.
            Seneca, mengenal gempa bumi lokal alami, tetapi masih menganggap bahwa gempa bumi terjadi sebagai akibat bencana internal dari angin daratan. Seneca juga beranggapan bahwa air hujan cukup untuk mengisi sungai-sungai, dan juga berpandangan bahwa tenaga aliran sungai dapat mengikis lembah-lembahnya.
Avicenna (Ibnu Sina, 987-1037) berpandangan bahwa asal mula pegunungan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengangkatan seperti yang terjadi oleh gempa bumi, dan oleh pengaruh air yang mengalir dan embusan angin yang membentuk lembah­lembah pada batuan lunak. Leonardo da Vinci (1452-15190) berpandangan bahwa lembah terkikis oleh sungai dan sungai tersebut mengangkut material dari suatu tempat di permukaan bumi dan mengendapkannya di mana saja.
            Dalam fase pertama ini sebagian besar pandangan memberikan teori dasar terutama tentang proses berdasarkan pengamatan lokal, dan berusaha memberikan penjelasan bagaimanakah suatu fenomena alam tersebut terjadi. Pada fase ini ilmu geomorfologi belum muncul, tetapi pandangan-pandangan yang dikemukakan sebagian masih relevan dengan konsep yang berlaku hingga saat ini.
2). Fase kedua (Abad 17 dan 18).
            Pada fase ini ada dua konsep yang menonjol, yaitu konsep katastrofisme dan konsep uniformitarianisme (King, 1976). Konsep katastrofisme dikemukakan oleh Abraham Kitlob Wenner (1979-1817).
            Konsep tersebut muncul atas dasar pengamatan Wennerpada strata batuan yang ternyata setiap stratum (lapisan) memiliki sifat yang khas. Hasil pengamatan tersebut diformulasikan menjadi konsep lahirnya bumi yang berasal dari basin lautan yang besar. Wenner berpandangan bahwa setiap stratum batuan terjadi pads suatu dasar tubuh perairan yang luas kemudian mengendapkan sedimennya di atas stratum yang ada sebelumnya. Material yang lebih mampat terendapkan oleh larutan yang pekat/kental. Pada waktu material secara berangsur-angsur diendapkan, laut secara berangsur-angsur menyusut sehingga terbentuk daerah yang sekarang ini. Pandangan Wenner lain yang terkait dengan konsep dasar geomorfologi adalah:
  1. batuan dasar yang berupa batuan granit tidak berfosil;
  2. setiap gradien sungai akan mencapai tingkat keseimbangan, dan gradien sungai merupakan fungsi dari kecepatan, debit dan muatan sedimen;
  3. seluruh sistem sungai merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
3). Fase Ketiga (Awal abad 19).
            Pada fase ke tiga dari perkembangan geomorfologi ada tiga tokoh yang terkenal yaitu: Sir Charles Lyell (1797-1875), Dean William Buckland (1784-18560 dan Louis Agassiz (1807-1873).
            Lyell sebenarnya lebih antusias dalam geologi daripada ke geomorfologi, dengan bukti karyanya yang berjudul “Principle of Geology”. Sumbangan pemikirannya dalam geomorfologi adalah tentang perkembangan bentuklahan yang lambat bahkan melebihi waktu geologi. Meskipun Lyell banyak mengadakan pengamatan terhadap muatan suspensi, debit dan peubah-peubah lainnya, tetapi memberikan suatu konsep yang mendasar. Dalam pengamatannya terhadap gletser (es), Lyell tidak mempercayai kapasitas daya angkutnya dalam memindahkan bongkah dan endapan gletser. Buckland, sangat setuju dengan siklus hidrologi, akan tetapi tidak begitu mengerti mengapa sungai dapat membentuk lembahnya sendiri. Buah fikiran Buckland yang lain adalah:
  1. relief merupakan basil dari struktur geologi dan bukan oleh proses erosi;
  2. material yang terangkut dari hulu dan melalui lembah sungai akan terendapkan di laut;
  3. pasang surut merupakan tenaga utama dalam transportasi material di bawah permukaan air laut.
            Agassiz, terkenal dengan teori glasialnya, bersama-sama dengan Buckland mengadakan perjalanan ke Swiss. Mereka mengadakan pengamatan terhadap pantai dasar glasial, yang akhirnya menghasilkan formulasi tentang struktur endapan glasial, endapan “till “, karakteristik “moraine”, striasi dan gravel glasial.
4. Fase ke empat (Akhir abad 19).
            Pada fase ke empat ini paling tidak ada lima tokoh yang terkenal, yaitu: Sir Andrew Ramsey; G.K. Gilbert; J.W. Powell; C.G. Greenwood dan J.B. Jukes. Sumbangan fikiran Ramsey (1814-1891) dalam geomorfologi terutama dalam proses glasial. Pendapat penting dari Ramsey, antara lain:
  1. ada hubungan penting antara teori glasial dengan teori fluvial; terutama untuk mengetahui tenaga gletser untuk mengerosi;
  2. kejadian danau di daerah bergletser tidak dapat dijelaskan dengan proses fluvial, tetapi dapat dijelaskan dengan proses glasial;
  3. tenaga erosi dari gletser terutama terdapat pads bagian bawah;
  4. ada hubungan antara retakan/lenturan dengan arah sungai.
            Powell (1834-1902) banyak memberikan konsep dasar dalam geomorfologi, antara lain :
  1. prinsip dari “base level” yang menyatakan bahwa “base level” akhir adalah permukaan air laut;
  2. proses erosi itu memiliki potensi relatif;
  3. mengusulkan dua klasifikasi lembah sungai, yaitu atas dasar hubungan antara strata lembah daerah yang dilalui dan klasifikasi lembah menurut genetiknya.
Gilbert (1843-1918), memberikan dasar-dasar geomorfologi yang hingga kini masih digunakan. Gilbert terkenal sebagai penulis metode ilmiah dan memformulasikan pemikiran-pemikiran induktif dan deduktif dalam analisis geomorfik. Konsep-konsep geomorfologis yang dikemukakan Gilbert, antara lain:
  1. teori “grade” yang menunjukkan adanya suatu rangkaian hubungan antara proses dan kenampakan, yang kemudian diasosiasikan dengan konsep penyesuaian dinamis;
  2. pengangkutan material di sungai meliputi pengangkutan material hasil erosi, erosi dasar sungai dan pengurangan ukuran material dasar oleh proses gesekan/benturan;
  3. lereng merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap transportasi material oleh air;
  4. bertambahnya debit (luah) akan menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran yang selanjutnya memperbesar kecepatan pengangkutan;
  5. dalam penyelidikan komponen fisikal hams dilandasi dengan formulasi teori­teori.
Greenwood (1793-1875) adalah pendukung Hutton dan Playfair. Konsep yang dikemukakan oleh Greenwood adalah:
  1. proses denudasi di suatu lahan dapat dijelaskan dengan hujan dan sungai; air huj an yang jatuh di permukaan bumi membawa material halus di sepanjang lereng membentuk alur-alur dan akhirnya membentuk sungai-sungai kecil;
  2. lembah dan lereng merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
            Jukes (1811-1869), mengemukakan pandangannya bahwa erosi marin tidak dapat membentuk lembah. Jukes adalah orang pertama yang mengidentifikasikan peranan vegetasi dalam pembentukan bentukahan.
5. Fase ke lima (Awal abad 20)
            Dalam fase lima ini tokoh yang paling terkenal adalah William Moris Davis (1850-1934). Teori yang pertama dikemukakan adalah “Siklus Geomorfik” yang diterbitkan tahun 1889 dalam makalahnya yang berjudul “The rivers and valleys in Pennsylvania”. Dalam siklus geomorfik tersebut disebutkan bahwa semua bentuklahan akan berkembang menurut tiga stadium, yaitu :
            stadium muda, dewasa, dan tua. Konsep Davis lainnya yang terkenal adalah trilogi. Konsep trilogi tersebut menjelaskan bahwa bentukahan ditentukan oleh struktur, proses dan stadium.
            Walther Penk dalam tahun 1920 dan 1930 mengemukakan keberatannya terhadap teori Davis. Perbedaannya terletak pada pandangannya terhadap perkembangan bentuklahan. Menurut Penck perkembangan bentanglahan tergantung oleh pengaruh tektonik yang aktif dan iklim. Akhirnya Penck menyadari bahwa pendekatan yang dilakukannya bersifat geologis, sedangkan pendekatan Davis lebih bersifat geografis.
            Setelah periode Davis dan Penck banyak buku teks geomorfologi yang terbit, akan tetapi hingga tahun 1960 (an) sebagian besar masih mengikuti konsep Davis, antara lain: Lobeck (1939), Thornbury (1954), Wooldridge (1959) dan Spark (1960). Setelah tahun 1960 (an) buku-buku teks geomorfologi dapat dikelompokkan menjadi empat atas dasar pokok bahasannya sebagai berikut.
  1. Kelompok topikal, yaitu yang menekankan pada salah satu aspek geomorfologi seperti proses pelapukan (Oilier, 1969), proses fluvial (Leopold, et al, 1964), Morisawa, 1968 dan Richard, 1982); gunungapi (Olier, 1969) dan pantai (Pethick, 1979)
  2. Kelompok metode dan tehnik penelitian dalam geomorfologi seperti King dan Goudie (1981, 1990), Dackombe (1983) dan Verstappen (1976);
  3. Kelompok pemetaan, yaitu yang menekankan pada tehnik pemetaan morfologi dan geomorfologi, seperti Verstappen dan Van Zuidam (1966, 1979), Klimmaszeski (1978), Demek (19780 dan Dorses dan Salome (1973);
  4. Kelompok terapan, yaitu yang menekankan pada terapan geomorfologi untuk berbagai tujuan seperti dalam bidang evaluasi lahan, kerekayasaan, konservasi lahan, evaluasi sumberdaya material dan dalam bidang lingkungan, seperti Van Zuidam, et al., (1979), Cooke, et al., (1974, 1982), Verstappen (1983), Maitor Pesci (1985), Hooke (1988), Viles dan Spencer, 1995, Panizza (1996) dan Oya, 2001.
            Dalam buku-buku teks geomorfologi setelah tahun 1960-an analisis geomorfologis sudah ada kecenderungan ke analisis kuantitatif. Hal tersebut dimungkinkan oleh kemajuan teknologi dalam membuat instrumen yang lebih praktis dan lebih teliti. Dalam bukunya Leopold et al., (1960) yang berjudul “Fluvial Processes in Geomorphology” banyak menyajikan data debit yang dikaitkan dengan parameter lembah sungai dan besar muatan sedimen, King (1960), Goudie (1986) dan Dackombe (1983) memberikan petunjuk praktis dalam mengukur, mengklasifikasikan aspek geomorfologi secara mendalam, termasuk analisis material batuan penyusun.        Metode pemetaan geomorfologi yang semula banyak dikerjakan secara terestrial, setelah periode tahun 1960-an mulai memanfaatkan foto udara dan atau citra penginderaan jauh yang lain, bahkan pads dasawarsa terakhir ini pemetaan geomorfologi tanpa menggunakan tehnik penginderaan jauh dirasa kurang memadai.
bc. Arti Penting Geomorfologi
            Pada dasawarsa terkahir ini sudah dimulai tampak arti penting geomorfologi sebagai pendukung ilmu kebumian lainnya dan ilmu yang terkait dalam arti praktisnya. Geomorfologi sebagai ilmu mempunyai arti yang penting, seperti peranannya dalam geografi fisik dan terapannya dalam penelitian. Geomorfologi sudah mulai dimasukkan dalam ke dalam kurikulum pada fakkultas-fakultas seperti Fakultas Pertanian, Teknik, Arkeologi, dan sebagainya serta banyak penelitian-penelitian yang menggunakan pendekatan geomorfologi. Sebagai contohnya adalah penggunaan pendekatan geomorfologi untuk studi bencana alam, kerekayasaan, lingkungan, pemetaan tanah, pemetaan air tanah dan sebagainnya. Namun demikian, geomorfologi dalam pengajaran serta penelitian-penelitian yang bertema fisik yang non geomorfologik, uraian geomorfologi hanya sekedar ilustrasi yang tradisional dan belum dimanfaatkan untukdasar pengambilan sampel daerah ataupun analisisnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal di antaranya adalah kurangnya atau langkanya buku-buku geomorfologi.
Kajian geomorfologikal akan menghasilkan data/informasi yang utama dan pertama dari bentanglahan fisikal yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu maupun terapan praktisnya. Dalam penerapan geomorfologi pada dasarnya banyak diwarnai oleh Verstappen dalam bukunya yang berjudul "Applied Geomorphology Geomorphological Surveys for Environmental Development)" tahun 1983. Dalam buku tersebut memuat berbagai terapan geomorfologi. Adapun terapan geomorfologi yang dikemukakan oleh Verstappen tersebut adalah meliputi. Peran dan terapan geomorfologi dalam survei dan pemetaan, survei geologi, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan pedesaan, keteknikan, ekplorasi mineral, pengembangan dan perencanaan, analisis medan, banjir, serta bahaya alam disebabkan oleh gaya endogen.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka geomorfologi mempunyai peran dan arti yang cukup penting. Karena dalam suatu perencanaan pengemabang wilayah, memerlukan informasi dasar yang menyeluruh baik aspek fisik maupun aspek sosial. Pada aspek fisik geomorfologi dapat memberikan informasi melalui kajian dengan pendekatan geomorfologi. Pendekatan geomorfologi digunakan dalam melakakukan analisis dan klasifikasi medan (terrain analysis and classification) dengan beberapa parameter seperti yang dikemukakan oleh Zuidam, et al (1978 : 9 – 22), dimana pada intinya dalam analisis dan klasifikasi medan dapat dikemukakan sebagai berikut:
  1. Relief/morfologi meliputi bagian lereng, ketinggian, kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, bentuk lembah, dan aspek relief yang lain.
  2. Proses geomorfologi meliputi erosi dan tipe erosi, kecepatan dan daerah yang terpengaruh; banjir yang meliputi tipe, frekuensi, durasi, kedalaman, dan daerah yang terpengaruh; gerakan massa yang meliputi tipe, kecepatan, daerah yang terpengaruh.
  3. Tipe material batuan meliputi batuan induk, material permukaan, kedalaman pelapukan.
  4. Vegetasi dan penggunaan lahan meliputi tipe vegetasi, kepadatan, tipe penggunaan lahan, periode, durasi, dan konservasi.
  5. Air tanah mencakup kelembaban permukaan, kedalaman air tanah, fluktuasi air tanah, dan kualitas air tanah.
  6. Tanah mencakup kedalaman, kandungan humus, tekstur, drainase, dan daerah berbatu.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, maka geomorfologi memegang peranan yang cukup penting, sebab hasil analisis dan klasifikasinya medan ataupun lahan dapat dimanfatkan untuk berbagai kepentingan. Seperti dalam bidang keteknikan, ekonomi, hidrologi dan lain sebagainya. Berbagai bentuklahan yang ada di permukaan bumi, merupakan bagian kajian dari geomorfologi terutama dan terutama tentang sifat alami, asal mula, proses perkembangan, dan komposisi material penyusunnya.
Kaitannya dengan hal tersebut Thornbury (1954) dalam Sutikno (1987: 12) menyatakan bahwa ada lima kelompok terapan geomorfologi, yaitu:
  1. Terapan geomorfologi dalam hidrologi, yang membahas hidrologi di daerah karst dan air tanah daerah glasial. Masalah hidrologi di daerah karst dapat diketahui dengan baik apabila geomorfologinya diketahui secara mendalam. Air tanah di daerah glasial tergatung pada tipe endapannya, dan tipe endapan ini dapat lebih mudah didekati dengan geomorfologi.
  2. Terapan geomorfologi dalam geologi ekonomi, yaitu membahas pendekatan geomorfologi untuk menentukan tubuh bijih, jebakan residu, mineral epigenetik, dan endapan bijih.
  3. Terapan geomorfologi dalam keteknikan, aspek keteknikan yang dibahas meliputi jalan raya, penentuan pasir, dan kerakal, pemilihan situs bendungan dan geologi militer. Terapan geomorfologi dalam keteknikan ini semua aspek geomorfologi dipertimbangkan
  4. Terapan geomorfologi dalam ekplorasi minyak, banyak unsur-unsur minyak di AS yang ditentukan dengan pendekatan geomorfologi terutama bentuklahan termasuk topografi, untuk mengenal struktur geologi dalam penentuan terdapatnya kandungan minyak.
  5. Terapan geomorfologi dalam bidang lain, yaitu menyangkut pemetaan tanah, kajian pantai, dan erosi.


Referensi :
                imadedwisg.blogspot.co.id/2010/10/arti-penting-geomorfologi.html
              vienastra.wordpress.com/2010/08/27/perkembangan-geomorfologi/










Tidak ada komentar:

Posting Komentar