TUGAS GEOMORFOLOGI DASAR
DI
S
U
S
U
N
OLEH
ZIBRAN TANAIYO
451 413 022
KELAS
A
PROGRAM
STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN
ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI GORONTALO
2016
I. Pengertian, Sejarah, dan Arti Penting
Geomorfologi
aa. Pengertian Geomorfologi
Geomorfologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi biasanya
diterjemahkan sebagai ilmu bentang alam. Mula-mula orang memakai kata
fisiografi untuk ilmu yang mempelajari tetang ilmu bumi ini, hal ini dibuktikan
pada orang-orang di Eropa menyebut fisiografi sebagai ilmu yang mempelajari
rangkuman tentang iklim, meteorologi, oceanografi, dan geografi. Akan tetapi
orang, terutama di Amerika, tidak begitu sependapat untuk memakai kata ini
dalam bidang ilmu yang hanya mempelajari ilmu bumi saja dan lebih erat
hubungannya dengan geologi. Mereka lebih cenderung untuk memakai kata
geomorfologi.
bb. Sejarah Geomorfologi
Geomorfologi
sejak awal abad 19 telah dikenal di negara-negara berkembang dan sebagai
disiplin akademik kira-kira muncul sebelum abad ke 17. Perkembangan yang pesat
dari geomorfologi terjadi pada awal abad ke 20 di negara-negara berkembang,
sedangkan di Indonesia geomorfologi baru dikenal pada awal abad ke 20. Awal
perkembangannya geomorfologi lebih bersifat akademik, sebagai ilmu pendukung
geografi dan geologi, tetapi dalam dasawarsa terakhir ini geomorfologi mulai
dirasakan arti pentingnya dalam pembangunan maupun dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Geomorfologi yang kita pelajari seperti saat sekarang ini telah melalui
pengalaman panjang dalam membangun konsep dasar dan metodologinya. Ada 5 fase
perkembangan geomorfologi yang dapat ditelusuri, yang masing-masing uraiannya
adalah sebagai berikut:
1). Fase pertama (sebelum abad ke 17)
Fase
ini merupakan fase peletak dasar pemikiran geologi dan geomorfologi yang telah
dimulai lima abad sebelum Masehi (Thornbury, 1954). Pandangan kuno yang terkait
dengan geologi dan geomorfologi seperti dikemukakan oleh Herodutus (485-425
SM), Aristotle (384-322 SM), Strabo (54 SM – 25 M) dan Senecca (- SM – 65 M).Herodutus, mengamati
penimbunan geluh (loam) dan lempung (clay) oleh
S. Nil, sehingga memberikan julukan “Mesir adalah pemberian S. Nil”. Pandangan
Herodutus yang lain adalah perbukitan di Mesir yang mengandung kerang, pada
masa lampau pernah di bawah permukaan laut.
Aristotle,
berpandangan bahwa air yang keluar dari mata air itu berasal dari air hujan
yang mengalami perkolasi ke bawah permukan tanah; air yang ada di dalam bumi
berasal dari kondensasi di udara yang masuk ke permukaan bumi, dan air yang
berada di dalam bumi menguap dengan berbagai jalan. Strabo, mengamati
dan mencatat adanya penenggelaman lokal dan munculnya daratan. Strabo
berpendapat bahwa “Vale of Tompe” merupakan basil gempa bumi, selain itu juga
mengatakan bahwa G. Vesuvius adalah gunungapi, meskipun semasa hidupnya
gunungapi tersebut belum pernah meletus. Pandangan Strabo yang lain adalah
bahwa delta dari sungai bervariasi menurut daerah aliran sungainya; delta yang
besar terbentuk bila daerah yang dialiri luas dan batuannya lemah, dan
pembentukan delta terpengaruh oleh pasang surut dan aliran sungai.
Seneca, mengenal
gempa bumi lokal alami, tetapi masih menganggap bahwa gempa bumi terjadi
sebagai akibat bencana internal dari angin daratan. Seneca juga beranggapan
bahwa air hujan cukup untuk mengisi sungai-sungai, dan juga berpandangan bahwa
tenaga aliran sungai dapat mengikis lembah-lembahnya.
Avicenna (Ibnu
Sina, 987-1037) berpandangan bahwa asal mula pegunungan dapat dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu pengangkatan seperti yang terjadi oleh gempa bumi, dan oleh
pengaruh air yang mengalir dan embusan angin yang membentuk lembahlembah pada
batuan lunak. Leonardo da Vinci (1452-15190) berpandangan
bahwa lembah terkikis oleh sungai dan sungai tersebut mengangkut material dari
suatu tempat di permukaan bumi dan mengendapkannya di mana saja.
Dalam
fase pertama ini sebagian besar pandangan memberikan teori dasar terutama
tentang proses berdasarkan pengamatan lokal, dan berusaha memberikan penjelasan
bagaimanakah suatu fenomena alam tersebut terjadi. Pada fase ini ilmu
geomorfologi belum muncul, tetapi pandangan-pandangan yang dikemukakan sebagian
masih relevan dengan konsep yang berlaku hingga saat ini.
2). Fase kedua (Abad 17 dan 18).
Pada
fase ini ada dua konsep yang menonjol, yaitu konsep katastrofisme dan konsep
uniformitarianisme (King, 1976). Konsep katastrofisme dikemukakan oleh Abraham
Kitlob Wenner (1979-1817).
Konsep
tersebut muncul atas dasar pengamatan Wennerpada strata batuan yang
ternyata setiap stratum (lapisan) memiliki sifat yang khas. Hasil pengamatan
tersebut diformulasikan menjadi konsep lahirnya bumi yang berasal dari basin
lautan yang besar. Wenner berpandangan bahwa setiap stratum batuan terjadi pads
suatu dasar tubuh perairan yang luas kemudian mengendapkan sedimennya di atas
stratum yang ada sebelumnya. Material yang lebih mampat terendapkan oleh larutan
yang pekat/kental. Pada waktu material secara berangsur-angsur diendapkan, laut
secara berangsur-angsur menyusut sehingga terbentuk daerah yang sekarang ini.
Pandangan Wenner lain yang terkait dengan konsep dasar geomorfologi adalah:
- batuan
dasar yang berupa batuan granit tidak berfosil;
- setiap
gradien sungai akan mencapai tingkat keseimbangan, dan gradien sungai
merupakan fungsi dari kecepatan, debit dan muatan sedimen;
- seluruh
sistem sungai merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
3). Fase Ketiga (Awal abad 19).
Pada
fase ke tiga dari perkembangan geomorfologi ada tiga tokoh yang terkenal yaitu:
Sir Charles Lyell (1797-1875), Dean William Buckland (1784-18560 dan Louis
Agassiz (1807-1873).
Lyell sebenarnya
lebih antusias dalam geologi daripada ke geomorfologi, dengan bukti karyanya
yang berjudul “Principle of Geology”. Sumbangan pemikirannya
dalam geomorfologi adalah tentang perkembangan bentuklahan yang lambat bahkan
melebihi waktu geologi. Meskipun Lyell banyak mengadakan pengamatan terhadap
muatan suspensi, debit dan peubah-peubah lainnya, tetapi memberikan suatu
konsep yang mendasar. Dalam pengamatannya terhadap gletser (es), Lyell tidak
mempercayai kapasitas daya angkutnya dalam memindahkan bongkah dan endapan
gletser. Buckland, sangat setuju dengan siklus hidrologi, akan
tetapi tidak begitu mengerti mengapa sungai dapat membentuk lembahnya sendiri.
Buah fikiran Buckland yang lain adalah:
- relief
merupakan basil dari struktur geologi dan bukan oleh proses erosi;
- material
yang terangkut dari hulu dan melalui lembah sungai akan terendapkan di
laut;
- pasang
surut merupakan tenaga utama dalam transportasi material di bawah
permukaan air laut.
Agassiz, terkenal
dengan teori glasialnya, bersama-sama dengan Buckland mengadakan perjalanan ke
Swiss. Mereka mengadakan pengamatan terhadap pantai dasar glasial, yang
akhirnya menghasilkan formulasi tentang struktur endapan glasial, endapan “till
“, karakteristik “moraine”, striasi dan gravel
glasial.
4. Fase ke empat (Akhir abad 19).
Pada
fase ke empat ini paling tidak ada lima tokoh yang terkenal, yaitu: Sir Andrew
Ramsey; G.K. Gilbert; J.W. Powell; C.G. Greenwood dan J.B. Jukes. Sumbangan
fikiran Ramsey (1814-1891) dalam geomorfologi terutama dalam
proses glasial. Pendapat penting dari Ramsey, antara lain:
- ada
hubungan penting antara teori glasial dengan teori fluvial; terutama untuk
mengetahui tenaga gletser untuk mengerosi;
- kejadian
danau di daerah bergletser tidak dapat dijelaskan dengan proses fluvial,
tetapi dapat dijelaskan dengan proses glasial;
- tenaga
erosi dari gletser terutama terdapat pads bagian bawah;
- ada
hubungan antara retakan/lenturan dengan arah sungai.
Powell (1834-1902)
banyak memberikan konsep dasar dalam geomorfologi, antara lain :
- prinsip
dari “base level” yang menyatakan bahwa “base
level” akhir adalah permukaan air laut;
- proses
erosi itu memiliki potensi relatif;
- mengusulkan
dua klasifikasi lembah sungai, yaitu atas dasar hubungan antara strata
lembah daerah yang dilalui dan klasifikasi lembah menurut genetiknya.
Gilbert (1843-1918),
memberikan dasar-dasar geomorfologi yang hingga kini masih digunakan. Gilbert
terkenal sebagai penulis metode ilmiah dan memformulasikan pemikiran-pemikiran
induktif dan deduktif dalam analisis geomorfik. Konsep-konsep geomorfologis
yang dikemukakan Gilbert, antara lain:
- teori “grade” yang
menunjukkan adanya suatu rangkaian hubungan antara proses dan kenampakan,
yang kemudian diasosiasikan dengan konsep penyesuaian dinamis;
- pengangkutan
material di sungai meliputi pengangkutan material hasil erosi, erosi dasar
sungai dan pengurangan ukuran material dasar oleh proses gesekan/benturan;
- lereng
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap transportasi material
oleh air;
- bertambahnya
debit (luah) akan menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran yang
selanjutnya memperbesar kecepatan pengangkutan;
- dalam
penyelidikan komponen fisikal hams dilandasi dengan formulasi teoriteori.
Greenwood (1793-1875)
adalah pendukung Hutton dan Playfair. Konsep yang dikemukakan oleh Greenwood
adalah:
- proses
denudasi di suatu lahan dapat dijelaskan dengan hujan dan sungai; air huj
an yang jatuh di permukaan bumi membawa material halus di sepanjang lereng
membentuk alur-alur dan akhirnya membentuk sungai-sungai kecil;
- lembah
dan lereng merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
Jukes (1811-1869),
mengemukakan pandangannya bahwa erosi marin tidak dapat membentuk lembah. Jukes
adalah orang pertama yang mengidentifikasikan peranan vegetasi dalam
pembentukan bentukahan.
5. Fase ke lima (Awal abad 20)
Dalam
fase lima ini tokoh yang paling terkenal adalah William Moris Davis
(1850-1934). Teori yang pertama dikemukakan adalah “Siklus Geomorfik” yang
diterbitkan tahun 1889 dalam makalahnya yang berjudul “The rivers and
valleys in Pennsylvania”. Dalam siklus geomorfik tersebut disebutkan
bahwa semua bentuklahan akan berkembang menurut tiga stadium, yaitu :
stadium
muda, dewasa, dan tua. Konsep Davis lainnya yang terkenal adalah trilogi.
Konsep trilogi tersebut menjelaskan bahwa bentukahan ditentukan oleh struktur,
proses dan stadium.
Walther
Penk dalam tahun 1920 dan 1930 mengemukakan keberatannya terhadap teori Davis.
Perbedaannya terletak pada pandangannya terhadap perkembangan bentuklahan.
Menurut Penck perkembangan bentanglahan tergantung oleh pengaruh tektonik yang
aktif dan iklim. Akhirnya Penck menyadari bahwa pendekatan yang dilakukannya
bersifat geologis, sedangkan pendekatan Davis lebih bersifat geografis.
Setelah
periode Davis dan Penck banyak buku teks geomorfologi yang terbit, akan tetapi
hingga tahun 1960 (an) sebagian besar masih mengikuti konsep Davis, antara
lain: Lobeck (1939), Thornbury (1954), Wooldridge (1959) dan Spark (1960).
Setelah tahun 1960 (an) buku-buku teks geomorfologi dapat dikelompokkan menjadi
empat atas dasar pokok bahasannya sebagai berikut.
- Kelompok
topikal, yaitu yang menekankan pada salah satu aspek geomorfologi seperti
proses pelapukan (Oilier, 1969), proses fluvial (Leopold, et al, 1964),
Morisawa, 1968 dan Richard, 1982); gunungapi (Olier, 1969) dan pantai
(Pethick, 1979)
- Kelompok
metode dan tehnik penelitian dalam geomorfologi seperti King dan Goudie
(1981, 1990), Dackombe (1983) dan Verstappen (1976);
- Kelompok
pemetaan, yaitu yang menekankan pada tehnik pemetaan morfologi dan
geomorfologi, seperti Verstappen dan Van Zuidam (1966, 1979), Klimmaszeski
(1978), Demek (19780 dan Dorses dan Salome (1973);
- Kelompok terapan, yaitu yang menekankan pada terapan geomorfologi untuk berbagai tujuan seperti dalam bidang evaluasi lahan, kerekayasaan, konservasi lahan, evaluasi sumberdaya material dan dalam bidang lingkungan, seperti Van Zuidam, et al., (1979), Cooke, et al., (1974, 1982), Verstappen (1983), Maitor Pesci (1985), Hooke (1988), Viles dan Spencer, 1995, Panizza (1996) dan Oya, 2001.
Dalam
buku-buku teks geomorfologi setelah tahun 1960-an analisis geomorfologis sudah
ada kecenderungan ke analisis kuantitatif. Hal tersebut dimungkinkan oleh
kemajuan teknologi dalam membuat instrumen yang lebih praktis dan lebih teliti.
Dalam bukunya Leopold et al., (1960) yang berjudul “Fluvial Processes
in Geomorphology” banyak menyajikan data debit yang dikaitkan dengan
parameter lembah sungai dan besar muatan sedimen, King (1960), Goudie (1986)
dan Dackombe (1983) memberikan petunjuk praktis dalam mengukur,
mengklasifikasikan aspek geomorfologi secara mendalam, termasuk analisis
material batuan penyusun. Metode
pemetaan geomorfologi yang semula banyak dikerjakan secara terestrial, setelah
periode tahun 1960-an mulai memanfaatkan foto udara dan atau citra penginderaan
jauh yang lain, bahkan pads dasawarsa terakhir ini pemetaan geomorfologi tanpa
menggunakan tehnik penginderaan jauh dirasa kurang memadai.
bc. Arti Penting Geomorfologi
Pada
dasawarsa terkahir ini sudah dimulai tampak arti penting geomorfologi sebagai
pendukung ilmu kebumian lainnya dan ilmu yang terkait dalam arti praktisnya.
Geomorfologi sebagai ilmu mempunyai arti yang penting, seperti peranannya dalam
geografi fisik dan terapannya dalam penelitian. Geomorfologi sudah mulai
dimasukkan dalam ke dalam kurikulum pada fakkultas-fakultas seperti Fakultas
Pertanian, Teknik, Arkeologi, dan sebagainya serta banyak penelitian-penelitian
yang menggunakan pendekatan geomorfologi. Sebagai contohnya adalah penggunaan
pendekatan geomorfologi untuk studi bencana alam, kerekayasaan, lingkungan,
pemetaan tanah, pemetaan air tanah dan sebagainnya. Namun demikian,
geomorfologi dalam pengajaran serta penelitian-penelitian yang bertema fisik
yang non geomorfologik, uraian geomorfologi hanya sekedar ilustrasi yang
tradisional dan belum dimanfaatkan untukdasar pengambilan sampel daerah ataupun
analisisnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal di antaranya adalah kurangnya
atau langkanya buku-buku geomorfologi.
Kajian geomorfologikal akan menghasilkan
data/informasi yang utama dan pertama dari bentanglahan fisikal yang bermanfaat
bagi pengembangan ilmu maupun terapan praktisnya. Dalam penerapan geomorfologi
pada dasarnya banyak diwarnai oleh Verstappen dalam bukunya yang berjudul
"Applied Geomorphology Geomorphological Surveys for Environmental Development)"
tahun 1983. Dalam buku tersebut memuat berbagai terapan geomorfologi. Adapun
terapan geomorfologi yang dikemukakan oleh Verstappen tersebut adalah meliputi.
Peran dan terapan geomorfologi dalam survei dan pemetaan, survei geologi,
hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan pedesaan, keteknikan, ekplorasi mineral,
pengembangan dan perencanaan, analisis medan, banjir, serta bahaya alam
disebabkan oleh gaya endogen.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas,
maka geomorfologi mempunyai peran dan arti yang cukup penting. Karena dalam
suatu perencanaan pengemabang wilayah, memerlukan informasi dasar yang
menyeluruh baik aspek fisik maupun aspek sosial. Pada aspek fisik geomorfologi
dapat memberikan informasi melalui kajian dengan pendekatan geomorfologi. Pendekatan
geomorfologi digunakan dalam melakakukan analisis dan klasifikasi medan (terrain
analysis and classification) dengan beberapa parameter seperti yang
dikemukakan oleh Zuidam, et al (1978 : 9 – 22), dimana pada intinya dalam
analisis dan klasifikasi medan dapat dikemukakan sebagai berikut:
- Relief/morfologi
meliputi bagian lereng, ketinggian, kemiringan lereng, panjang lereng,
bentuk lereng, bentuk lembah, dan aspek relief yang lain.
- Proses
geomorfologi meliputi erosi dan tipe erosi, kecepatan dan daerah yang
terpengaruh; banjir yang meliputi tipe, frekuensi, durasi, kedalaman, dan
daerah yang terpengaruh; gerakan massa yang meliputi tipe, kecepatan,
daerah yang terpengaruh.
- Tipe
material batuan meliputi batuan induk, material permukaan, kedalaman
pelapukan.
- Vegetasi
dan penggunaan lahan meliputi tipe vegetasi, kepadatan, tipe penggunaan
lahan, periode, durasi, dan konservasi.
- Air
tanah mencakup kelembaban permukaan, kedalaman air tanah, fluktuasi air
tanah, dan kualitas air tanah.
- Tanah
mencakup kedalaman, kandungan humus, tekstur, drainase, dan daerah
berbatu.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan
di atas, maka geomorfologi memegang peranan yang cukup penting, sebab hasil
analisis dan klasifikasinya medan ataupun lahan dapat dimanfatkan untuk
berbagai kepentingan. Seperti dalam bidang keteknikan, ekonomi, hidrologi dan
lain sebagainya. Berbagai bentuklahan yang ada di permukaan bumi, merupakan
bagian kajian dari geomorfologi terutama dan terutama tentang sifat alami, asal
mula, proses perkembangan, dan komposisi material penyusunnya.
Kaitannya dengan hal tersebut Thornbury
(1954) dalam Sutikno (1987: 12) menyatakan bahwa ada lima kelompok terapan
geomorfologi, yaitu:
- Terapan
geomorfologi dalam hidrologi, yang membahas hidrologi di daerah karst dan
air tanah daerah glasial. Masalah hidrologi di daerah karst dapat
diketahui dengan baik apabila geomorfologinya diketahui secara mendalam.
Air tanah di daerah glasial tergatung pada tipe endapannya, dan tipe
endapan ini dapat lebih mudah didekati dengan geomorfologi.
- Terapan
geomorfologi dalam geologi ekonomi, yaitu membahas pendekatan geomorfologi
untuk menentukan tubuh bijih, jebakan residu, mineral epigenetik, dan
endapan bijih.
- Terapan
geomorfologi dalam keteknikan, aspek keteknikan yang dibahas meliputi
jalan raya, penentuan pasir, dan kerakal, pemilihan situs bendungan dan
geologi militer. Terapan geomorfologi dalam keteknikan ini semua aspek
geomorfologi dipertimbangkan
- Terapan
geomorfologi dalam ekplorasi minyak, banyak unsur-unsur minyak di AS yang
ditentukan dengan pendekatan geomorfologi terutama bentuklahan termasuk
topografi, untuk mengenal struktur geologi dalam penentuan terdapatnya
kandungan minyak.
- Terapan
geomorfologi dalam bidang lain, yaitu menyangkut pemetaan tanah, kajian
pantai, dan erosi.
Referensi
:
imadedwisg.blogspot.co.id/2010/10/arti-penting-geomorfologi.html
vienastra.wordpress.com/2010/08/27/perkembangan-geomorfologi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar